SOAL ULANGAN TKA

 Tugas Bahasa Indonesia: Unsur Karya Sastra dan Gaya Bahasa


1. Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik dalam Karya Sastra


A. Unsur Intrinsik


Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari dalam, atau terdapat di dalam cerita itu sendiri. Unsur ini mencakup:

1. Tema – gagasan utama atau pokok pikiran yang mendasari cerita.

Contoh: Tema perjuangan dalam novel Laskar Pelangi.

2. Tokoh dan Penokohan – pelaku dalam cerita beserta wataknya.

Contoh: Lintang digambarkan cerdas dan pantang menyerah.

3. Alur (Plot) – jalan cerita dari awal sampai akhir.

Contoh: Alur maju, karena cerita bergerak dari masa kini ke masa depan.

4. Latar (Setting) – tempat, waktu, dan suasana terjadinya peristiwa.

Contoh: Belitong, tahun 1990-an, suasana sekolah yang sederhana.

5. Amanat – pesan moral yang ingin disampaikan pengarang.

Contoh: Jangan menyerah dalam meraih cita-cita.

6. Sudut Pandang (Point of View) – cara pengarang menyampaikan cerita.

Contoh: Sudut pandang orang pertama (aku).

7. Gaya Bahasa – cara pengarang mengungkapkan cerita dengan pilihan kata khas.

8. Konflik – pertentangan yang terjadi antartokoh atau dalam diri tokoh.

9. Nilai-nilai – bisa berupa nilai moral, sosial, religius, atau budaya dalam karya.


B. Unsur Ekstrinsik


Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berasal dari luar karya sastra, tetapi berpengaruh terhadap penciptaannya.

1. Latar belakang pengarang – pengalaman hidup, pendidikan, dan pandangan hidup.

2. Kondisi sosial budaya masyarakat – keadaan sosial, politik, ekonomi, atau budaya saat karya diciptakan.

3. Nilai-nilai kehidupan – seperti nilai moral, agama, dan kemanusiaan.

4. Situasi zaman – keadaan masyarakat atau peristiwa sejarah yang memengaruhi isi cerita.



2. Istilah-Istilah dalam Cerpen, Drama, dan Puisi


A. Cerpen

1. Tema – ide pokok cerita.

2. Alur/Plot – rangkaian peristiwa dalam cerita.

3. Tokoh dan Penokohan – pelaku dan sifat-sifatnya.

4. Latar – tempat, waktu, dan suasana.

5. Sudut pandang – cara pengarang bercerita.

6. Amanat – pesan yang ingin disampaikan.

7. Konflik – pertentangan yang menggerakkan cerita.


B. Drama

1. Prolog – pengantar cerita sebelum drama dimulai.

2. Dialog – percakapan antar tokoh.

3. Monolog – percakapan yang diucapkan oleh satu tokoh saja.

4. Babak/Adegan – pembagian bagian dalam naskah drama.

5. Naskah – teks yang menjadi pedoman dalam pementasan.

6. Epilog – penutup atau kesimpulan cerita dalam drama.

7. Pemain dan Sutradara – pemeran dan pengatur jalannya pementasan.


C. Puisi

1. Diksi – pemilihan kata yang tepat dan indah.

2. Rima – persamaan bunyi pada akhir larik.

3. Irama – pola bunyi yang menimbulkan keindahan.

4. Bait – kumpulan beberapa baris dalam puisi.

5. Larik – baris dalam puisi.

6. Majas – gaya bahasa yang menimbulkan efek keindahan.

7. Citraan (imaji) – penggambaran yang menimbulkan kesan indrawi.

8. Tema dan Amanat – pokok pikiran serta pesan yang ingin disampaikan penyair.


__________



3. Persamaan dan Perbedaan Pantun dengan Syair


Pantun dan syair merupakan dua bentuk puisi lama yang memiliki persamaan dan juga perbedaan dalam struktur serta fungsinya.


Persamaan Pantun dan Syair

1. Keduanya terdiri dari empat baris setiap bait.

2. Setiap baris biasanya memiliki 8–12 suku kata.

3. Keduanya digunakan untuk menyampaikan pesan moral, nasihat, atau ungkapan perasaan.

4. Disampaikan dengan bahasa yang indah dan berirama.

5. Tidak mencantumkan nama pengarang, karena biasanya bersifat anonim dan merupakan warisan sastra rakyat.


Perbedaan Pantun dengan Syair Beserta Contohnya


Pantun dan syair sama-sama termasuk dalam jenis puisi lama yang memiliki irama dan aturan tertentu. Meskipun keduanya tampak mirip karena sama-sama terdiri dari empat baris dalam setiap bait, sebenarnya pantun dan syair memiliki perbedaan yang cukup jelas dalam hal struktur, isi, dan fungsi.


1. Asal-usul

Pantun berasal dari budaya asli Indonesia, khususnya dalam tradisi lisan masyarakat Melayu.

Syair berasal dari pengaruh sastra Arab dan Persia yang kemudian berkembang dalam sastra Melayu klasik.


2. Pola Rima (Sajak)

Pantun memiliki pola rima a-b-a-b.

Syair memiliki pola rima a-a-a-a.


3. Struktur Isi

Dalam pantun, dua baris pertama disebut sampiran (pembuka atau pengantar), sedangkan dua baris terakhir disebut isi (pesan utama).

Dalam syair, keempat barisnya berisi makna atau pesan, tidak ada bagian sampiran.


4. Fungsi dan Tujuan

Pantun lebih bersifat hiburan, permainan kata, atau nasihat ringan yang sering digunakan dalam pergaulan sehari-hari.

Syair lebih bersifat serius, digunakan untuk menyampaikan cerita panjang, nasihat, agama, atau filsafat hidup.


5. Isi dan Tema

Pantun biasanya bertema percintaan, nasihat, jenaka, atau adat istiadat.

Syair sering bertema keagamaan, pendidikan, perjuangan, dan petuah hidup.


6. Jumlah Baris dan Suku Kata

Keduanya memiliki empat baris tiap bait, tetapi jumlah suku kata per baris biasanya sekitar 8–12 suku kata.

Perbedaannya terletak pada fungsi tiap baris: pantun memiliki pembuka (sampiran), sedangkan syair tidak.



Contoh Pantun


Pergi ke pasar membeli mangga,

Jangan lupa membeli roti.

Jika ingin hidup bahagia,

Berbuat baiklah setiap hari.


Penjelasan:

Baris pertama dan kedua merupakan sampiran, yaitu pengantar yang tidak berhubungan langsung dengan isi.

Baris ketiga dan keempat merupakan isi, yang menyampaikan pesan moral agar selalu berbuat baik.



Contoh Syair


Hidup di dunia hanya sementara,

Gunakan waktu dengan sebaiknya,

Berbuat baik jangan ditunda,

Agar bahagia di akhirat sana.


Penjelasan:

Semua baris dalam syair tersebut berisi makna dan nasihat. Tidak ada sampiran seperti pada pantun.

Rimanya juga a-a-a-a, dan tema yang disampaikan bersifat religius atau moral.





_______



4. Majas-Majas dalam Bahasa Indonesia Beserta Pengertian dan Contohnya


Majas adalah gaya bahasa yang digunakan penulis atau pembicara untuk memperindah, memperkuat, atau menegaskan makna kalimat. Berikut macam-macam majas dalam bahasa Indonesia:


A. Majas Perbandingan


Digunakan untuk membandingkan satu hal dengan hal lain agar lebih menarik.

1. Simile (Perumpamaan) → membandingkan dua hal dengan kata pembanding seperti bagai, seperti, laksana.

🟢 Contoh: Wajahnya seperti rembulan di malam hari.

2. Metafora → membandingkan langsung tanpa kata pembanding.

🟢 Contoh: Dia adalah bunga desa yang menawan.

3. Personifikasi → memberi sifat manusia pada benda mati.

🟢 Contoh: Angin berbisik di antara pepohonan.

4. Hiperbola → melebih-lebihkan sesuatu.

🟢 Contoh: Tangisannya menggetarkan langit.

5. Litotes → merendahkan diri untuk merendah hati.

🟢 Contoh: Silakan mampir ke gubuk kami yang sederhana ini.



B. Majas Pertentangan


Digunakan untuk menampilkan makna yang berlawanan.

1. Antitesis → memadukan dua kata yang bertentangan.

🟢 Contoh: Tua muda, kaya miskin, semua hadir di pesta itu.

2. Paradoks → pertentangan antara kenyataan dan pernyataan.

🟢 Contoh: Ia merasa sendiri di tengah keramaian.

3. Oksimoron → menempatkan dua kata yang berlawanan dalam satu frasa.

🟢 Contoh: Ia tersenyum dalam kesedihan.



C. Majas Penegasan


Bertujuan menegaskan maksud atau memperkuat kesan.

1. Repetisi → pengulangan kata atau frasa untuk penekanan.

🟢 Contoh: Aku ingin belajar, aku ingin berhasil, aku ingin sukses.

2. Pleonasme → penggunaan kata yang berlebihan.

🟢 Contoh: Ia naik ke atas menara.

3. Tautologi → pengulangan dengan sinonim.

🟢 Contoh: Hatinya gelisah dan resah menunggu kabar.

4. Retorik → pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban.

🟢 Contoh: Siapa yang tak ingin hidup bahagia?



D. Majas Sindiran


Digunakan untuk menyindir atau menegur dengan cara halus maupun keras.

1. Ironi → sindiran halus.

🟢 Contoh: Rajin sekali kamu, sampai tugasmu tak pernah selesai!

2. Sinisme → sindiran agak kasar, tapi masih sopan.

🟢 Contoh: Kamu pandai bicara, tapi malas bekerja.

3. Sarkasme → sindiran paling kasar dan menyakitkan.

🟢 Contoh: Dasar pemalas, kerja sedikit saja sudah mengeluh!

Comments

Popular posts from this blog

KESEHATAN MASYARAKAT

KESADARAN MASYARAKAT